Antigen memiliki peranan yang penting dalam pembentukan sistem imun spesifik dalam tubuh. Seluruh respons imun atau respons alergi yang bersifat spesifik yang dimiliki oleh tubuh berasal dari proses kontak dengan antigen tanpa adanya perantara sistem syaraf. Bentuk respons tubuh yang terjadi akibat masuknya antigen ke dalam tubuh erat kaitannya dengan kemampuan tubuh untuk mengenali antigen.
Antigen secara klasik memiliki definisi berupa molekul asing yang dapat menginduksi adanya respons imun dan bereaksi secara spesifik dengan produk yang dibentuk dari induksi respons imun yang terjadi. Definisi lama dari antigen agak kurang tepat karena yang dimaksud sebenarnya adalah imunogen. Definisi antigen yang sebenarnya adalah senyawa asing yang dapat memicu pembentukan senyawa antibodi dan bereaksi secara spesifik dengan antibodi yang telah dipicu pembentukannya (Sell 1975: 1).
Antigen dan imunogen merupakan senyawa asing yang masuk ke dalam tubuh dan keduanya akan diproses oleh sistem pertahanan tubuh. Perbedaan utama dari antigen dan imunogen adalah terdapat pada respons imun yang terjadi di dalam tubuh. Imunogen yang masuk ke dalam tubuh pasti akan memicu respons imun di dalam tubuh, sedangkan antigen yang masuk ke dalam tubuh belum tentu dapat memicu terjadinya respons imun oleh tubuh. Senyawa immunogen pasti merupakan senyawa antigen karena keduanya merupakan zat asing yang sama-sama pasti bereaksi dengan antibodi, sedangkan senyawa antigen belum tentu merupakan immunogen karena tidak semua antigen dapat memicu terjadinya respons imun spesifik dari tubuh. SIfat dari antigen berupa kemampuan untuk bereaksi dengan hasil dari antibodi yang telah diproduksi oleh sistem imun adalah antigenicity. Sifat dari immunogen berupa kemampuan untuk memicu terjadinya respons imun dari dalam tubuh dinyatakan dengan istilah immunogenicity.
Antigen terbagi atas dua macam tipe, yaitu complete antigen dan incomplete antigen. Perbedaan antara complete antigen dan incomplete antigen adalah kemampuannya untuk menginduksi respons imun dari tubuh. Complete antigen adalah antigen yang dapat menginduksi respons imun tubuh sehingga terjadi pembentukan antibodi dan juga dapat bereaksi dengan antibodi yang telah dibentuknya. Incomplete antigen adalah antigen yang hanya dapat bereaksi dengan antibodi tetapi tidak dapat memicu terjadinya respons imun tubuh berupa pembentukan antibodi. Selain perbedaan kemampuan dalam memicu respons imun, perbedaan lain dari complete dan incomplete antigen terdapat pada susunan kimianya dan ukuran molekulnya. Complete antigen biasanya berupa senyawa yang kompleks seperti protein atau polisakarida. Complete antigen juga memiliki berat molekul yang relative besar, yaitu lebih dari 10.000 dalton. Incomplete antigen umumnya berupa senyawa-senyawa yang lebih sederhana tetapi bersifat reaktif dan berukuran molekul kurang dari 10.000 dalton.
Incomplete antigen disebut juga hapten. Hapten berdasarkan struktur kimianya terbagi menjadi dua jenis, yaitu simple hapten yang berupa molekul kecil dan complex hapten yang berupa molekul lebih besar seperti lipid atau asam nukleat. Incomplete antigen sendiri tidak bersifat immunogen, artinya tidak dapat memicu respons imun tubuh berupa pembentukan antibodi. Hapten perlu bergabung membentuk kompleks dengan molekul yang lebih besar yang disebut dengan karier, agar dapat memicu respons imun tubuh. Gabungan antara hapten dengan protein karier akan membentuk kompleks hapten-karier atau yang dikenal dengan istilah conjugated antigen (Criep 1962; Shetty 2005; Sell 1975).
Sifat antigen untuk bereaksi dengan antibodi disebut juga antigenicity. Antigenicity sangat terpengaruh dengan sifat fisik yang dimiliki oleh suatu antigen. Terdapat beberapa sifat fisik khas yang dimiliki oleh antigen sehingga dapat mempengaruhi kemampuan antigen untuk bereaksi dengan antibodi, antaralain: ukuran antigen, bentuk antigen, kekakuan antigen, lokasi determinan suatu antigen, struktur tersier antigen, dan proses katabolisme antigen.
Ukuran antigen sangat mempengaruhi kemampuan suatu antigen untuk bereaksi dengan antibodi dan kemampuannya untuk menginduksi sistem imun tubuh. Umumnya antigen yang berukuran kecil reaksinya terhadap antibodi sangat kecil dan tidak terlalu bersifat immunogen. Biasanya ukuran complete antigen berkisar lebih dari 10.000 sedangkan molekul incomplete antigen biasanya berukuran kecil.
Bentuk antigen, khususnya bentuk dari determinan suatu antigen akan mempengaruhi antigenicity dan immunogenicity suatu antigen. Bentuk dari determinan akan mempengaruhi tingkat spesifisitas suatu antigen terhadap antibodi. Letak determinan dalam antigen juga berpengaruh pada kemampuan suatu antigen untuk bereaksi dengan antibodi. Antibodi dapat berikatan dengan lebih kuat pada suatu antigen bergantung pada bentuk dan letak suatu determinan dalam antigen (Sell 1975).
Pengaruh letak suatu determinan pada antigenicity dan immunogenicity ditunjukkan melalui percobaan Sela yang dilakukan dengan menggunakan gelatin dan tyrosin. Tyrosin dalam percobaan yang dilakukan oleh Sela berfungsi sebagai determinan. Tyrosin yang terletak pada bagian dalam gelatin mengakibatkan gelatin tidak berisfat immunogen, sedangkan tyrosin yang terletak pada bagian permukaan gelatin akan memicu terjadinya respons imun dari dalam tubuh.
Struktur tersier suatu antigen merupakan struktur yang terbentuk dari lipatan-lipatan rantai polipeptida penyusun suatu antigen. Struktur tersier suatu antigen akan berpengaruh pada bentuk suatu determinan yang akan berakibat pada spesifisitas antigen terhadap respons dari suatu antibodi. Perbedaan bentuk dari determinan suatu antigen akan mengakibatkan suatu antigen hanya dapat bereaksi terhadap antibodi tertentu, sedangkan tidak dapat bereaksi dengan antibodi yang lainnya.
Katabolisme suatu molekul antigen adalah proses metabolisme antigen menjadi senyawa yang lebih sederhana lagi. Kemampuan suatu antigen untuk terkatabolisme berpengaruh pada kemampuan dari antigen untuk memicu respons imun dari dalam tubuh. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, diketahui bahwa suatu antigen yang dapat terkatabolisme dapat memicu respons imun lebih baik dibandingkan antigen yang tidak dapat terkatabolisme atau sukar terkatabolisme (Sell 1975).
Untuk menghasilkan suatu sistem pertahanan yang spesifik terhadap suatu antigen tertentu, perlu dilakukan pengenalan terlebih dahulu terhadap suatu antigen. Proses pengenalan dapat terjadi secara natural yaitu dengan cara terpapar penyakit, ataupun secara buatan yaitu dengan pemberian vaksin melalui imunisasi. Vaksin adalah mikroorganisme yang sudah mati atau yang sudah dilemahkan atau bagian dari mikroorganisme yang diambil yang memiliki sifat immunogen yaitu dapat memicu respons imun dari dalam tubuh. Imunisasi atau vaksinasi merupakan proses pemberian vaksin ke dalam tubuh untuk memicu respons imun sehingga dapat membentuk sistem imun sekunder.
Terdapat beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam pemberian imunisasi dan untuk mengamati respons imun dari tubuh, antaralain: sumber dari antigen, cara mempersiapkan antigen, bentuk antigen yang diberikan, lokasi kontak dengan antigen, dosis pemberian antigen, jarak dari imunisasi sampai pengujian antibodi, kondisi genetis dari hewan uji, dan susunan genetik hewan uji.
Sumber dari antigen berperan dalam tujuan imunisasi. Untuk tujuan protektif, biasanya sumber antigen berupa agen infeksi yang sudah mati atau ekstrak yang non toxic. Proses persiapan antigen juga berperan dalam penentuan tingkat spesifisitas suatu antigen. Bentuk pemberian antigen akan mempengaruhi seberapa besar respons imun yang diberikan oleh tubuh kepada antigen yang dimasukkan. Rute pemberian suatu antigen ke dalam tubuh juga bervariasi dan akan mempengaruhi pola distribusi suatu antigen di dalam tubuh, sehingga akan berdampak pada respons yang dihasilkan oleh tubuh. Dosis antigen yang diberikan merupakan faktor penting yang harus diperhatikan ketika pemberian imunisasi, jumlah yang tidak tepat bisa mengakibatkan respons imun menjadi hilang.
Molekul antibodi yang dibentuk oleh tubuh setelah proses imunisasi meunujukkan banyaknya variasi spesifisitas pengikatan antigen. Pemberian molekul antigen yang spesifik misalnya berupa senyawa kimia yang kecil akan menghasilkan antibodi yang berisfat spesifik juga. Apabila senyawa antigen yang diberikan berupa molekul berukuran besar maka antibodi yang dihasilkan akan memiliki spesifisitas yang bervariasi. Bentuk spesifisitas antigen yang diberikan meliputi spesifisitas struktur kimia, spesifisitas fungsi, spesifisitas spesies, spesifisitas organ, allospecifity, dan spesifisitas heterogen.
Struktur kimia suatu antigen akan menentukan ukuran suatu antigen yang diberikan. Spesifisitas antigen dari suatu immunogen sangat terpengaruh dari struktur kimianya, dalam hal ini mempengaruhi struktur determinannya. Artinya dengan struktur kimia yang berbeda dari suatu antigen dengan antigen lainnya akan berdampak pembentukan antibodi yang berbeda juga.
Serum protein yang memiliki fungsi yang berbeda biasanya memiliki spesifisitas antigen yang berbeda juga. Misalnya saja senyawa albumin, α-globulin, dan immunoglobulin dari spesies tertentu tidak memiliki spesifistias antigen yang sama. Ketiganya bereaksi secara berbeda-beda terhadap antibodi yang berbeda juga. Selain bergantung pada fungsi, perbedaan spesies juga mempengaruhi spesifistas antigen suatu antibodi.
Allospecificity dapat diartikan suatu individu dalam satu spesies belum tentu memiliki kesamaan spesifisitas antigen pada antibodinya. Misalnya saja pada golongan darah ABO, respons tubuh seseorang bisa berbeda-beda terhadap transfuse darah. Heterogenic specificity artinya adalah terdapat kesamaan spesifisitas antigen pada jaringan yang sama pada spesies yang berbeda.
Sumber https://www.generasibiologi.com/