Histoteknik adalah suatu metode dalam proses pembuatan preparat histologi dari suatu spesimen tertentu dengan melalui serangkaian proses hingga menjadi preparat yang dapat diamati atau dianalisa. Spesimen jaringan yang digunakan untuk membuat preparat histologis bisa didapatkan dari manusia dan hewan. Jaringan tersebut dapat diperoleh dari hewan yang difiksasi dalam keadaan hidup (fiksasi supra/ intravital) maupun dari hewan yang sudah mati (fiksasi emersi/rendam).
Observasi mikroskopis suatu preparat histologi bisa berasal dari jaringan normal maupun jaringan yang mengidap sesuatu penyakit tertentu (patologis) akan memiliki hasil yang lebih baik jika dalam proses pembuatannya dilakukan dengan persiapan yang baik, proses penyayatan dilakukan cukup tipis, pemberian pewarnaan yang sesuai, sehingga hasilnya mencerminkan berbagai elemen jaringan yang diteliti agar lebih mudah untuk diamati. Alhasil, tidak hanya penelitian secara mikroanatomi yang dapat dilakukan, namun dapat memberikan gambaran mengenai perbedaan berbagai perubahan yang terjadi pada sel-sel jaringan yang diamati. Beberapa jenis jaringan terkadang memerlukan perlakuakan yang khusus untuk dapat menelitinya, sebagai contoh jenis pewaranaan yang digunakan harus sesuai dengan jenis jaringan tertentu.
Perlakuan dan cara pembuatan preparat berbeda-beda sesuai dengan sifat dan tipe jaringan yang akan digunakan. Beberapa metode pembuatan preparat antara lain adalah:
- Metode oles (smear method). Suatu tahapan dengan menggunakan selaput film dari substansi suatu spesimen yang berupa cairan maupun bukan cairan yang diletakkan di atas gelas objek (object glass) yang bersih, kemudian dilakukan fiksasi, pewarnaan dan selanjutnya ditutup dengan cover glass. Metode smear biasanya digunakan untuk pembuatan preparat darah.
- Metode rentang (spread method). Metode rentang dilakukan dengan merentangkan jaringan pada object glass, sehingga dapat diamati di bawah mikroskop. Metode rentang umum digunakan untuk mengamati jaringan yang berbentuk selaput seperti selaput penggantung usus.
- Metode tekan (squash method) Metode tekan digunakan untuk mendapatkan jaringan yang selnya mudah lepas, seperti tumor seluler. Cara yang dilakukan yaitu dengan menekan potongan jaringan atau organisme kecil secara keseluruhan, sehingga hasilnya berupa sediaan yang tipis agar dapat diamati di bawah mikroskop.
- Metode supravital. Metode supravital dilakukan dengan mengisolasi jaringan hidup. Metode tersebut cenderung mengacu kepada pewarnaan supravital yang dilakukan pada sel atau jaringan hidup.
- Metode irisan. Metode irisan ini dilakukan dengan menggunakan irisan atau sayatan jaringan yang memiliki ketebalan tertentu dengan tujuan dapat diamati melalui mikroskop dengan jelas. Metode irisan memiliki dua cara yakni metode irisan dengan tangan dan metode irisan dengan mikrotom. Dalam proses pengirisan, perbedaan perlakuan untuk mendapatkan potongan jaringan terdiri dari berbagai metode yakni: metode beku, metode seloidin, metode parafin, dan metode penanaman rangkap.
Metode Preparasi
Metode preparasi histologi dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu : 1. Fiksasi (fixation)
2. Dehidrasi (dehydration)
3. Penjernihan (clearing)
4. Pembenaman (infiltration)
5. Pengecoran (blocking)
6. Pengirisan jaringan (sectioning)
7. Pewarnaan (staining),
1. Fiksasi
Proses pertama yang dilakukan adalah dalam menyiapkan materi segar yaitu fiksasi. Fiksasi adalah proses untuk memertahankan bagian-bagian sel atau jaringan agar tetap berada pada tempatnya serta tidak mengalami perubahan bentuk maupun ukuran. Media yang digunakan untuk fiksasi desebut dengan fiksatif (Gunarso, 1986). Fiksasi merupakan tahapan yang bertujuan untuk mengeraskan jaringan terutama jaringan lunak agar dapat memudahkan dalam pembuatan irisan tipis (Jusuf, 2009). Fiksasi dilakukan dengan merendam jaringan dalam larutan fiksatif seperti formalin, buffer formalin, paraformaldehid 4%, asam asetat, merkuri klorida, asam pikrat, larutan Bouin, larutan Muller dan larutan Carnoy (Hewitson, 2009; Zulham, 2009).
Efek fiksasi terhadap jaringan yang diproses antara lain: menghambat proses pembusukan yang disebabkan oleh bakteri dan autolisis akibat enzim proteolitik dalam jaringan tersebut, mengawetkan jaringan sehingga susunan jaringan mendekati kondisi sewaktu hidup, mengeraskan jaringan, merubah konsistensi sel yang setengah cair menjadi lebih padat, mengubah indeks refraksi sehingga mempermudah pengamatan, dan memengaruhi reaksi histokimia agar jaringan lebih mudah terwarnai. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam proses fiksasi, antara lain: tebal irisan jaringan, volume larutan fiksatif, jenis larutan fiksatif yang digunakan, pH, suhu, dan lama waktu fiksasi (Zulham, 2009).
2. Dehidrasi
Proses selanjutnya dalam pembuatan preparat adalah dehidrasi. Dehidrasi merupakan proses yang bertujuan untuk mengeluarkan kandungan air dalam jaringan dengan menggunakan medium tertentu (parafin atau zat lainnya) yang digunakan untuk membuat blok prerparat dapat mengganti atau mengisi tempat air di dalam jaringan atau menyerap masuk ke dalam jaringan (Zulham, 2009; Jusuf, 2009). Tahapan dehidrasi dilakukan setelah proses fiksasi dengan merendam jaringan kedalam alkohol bertingkat secara berturut-turut dengan menggunakan alkohol 70% selama 3 jam, dilanjutkan dengan alkohol 95% selama 3 jam, dan terakhir dengan alkohol 100% selama 1 jam (Hewitson 2009).
3. Penjernihan
Tahapan penjernihan bertujuan untuk mengeluarkan alkohol dari jaringan hasil dehidrasi dan menggantinya dengan cairan yang dapat berikatan dengan parafin. Sisa alkohol yang masih ada dalam jaringan akan menyebabkan parafin tidak dapat masuk sempurna sehingga jaringan akan sukar dipotong dengan mikrotom. Perendaman organ yang terlalu lama (lebih dari 24jam) dapat menyebabkan organ menjadi keras dan rapuh. Larutan yang digunakan pada proses clearing diantaranya adalah : Ada banyak bahan kimia yang dapat digunakan sebagai clearing agent yaitu kloroform, benzena (benzol), xylena (xylol), cedar wood oil, benzyl benzoate, atau methyl benzoate (Zulham, 2009).
4. Pembenaman
Pembenaman atau infiltration adalah proses penanaman paraffin kedalam jaringan untuk menggantikan larutan penjernih. Larutan penjernih yang tersisa dapat menkristal dalam jaringan dan membuat jaringan menjadi rapuh saat pemotongan, sehingga akan menghasilkan jaringan yang kurang baik (Zulham 2009). Infiltrasi dengan menggunakan parafin dikerjakan dalam oven dengan suhu 56 - 60°C. Infiltrasi awal dilakukan dengan campuran larutan penjernih lalu dilanjutkan dengan parafin murni selama 30-60 menit dan diulangi sebanyak tiga kali.
5. Pengecoran
Pengecoran adalah proses pembuatan blok-blok parafin berisi jaringan yang akan dipotong di mikrotom. Pengecoran dilakukan dengan menyusun jaringan yang telah diinfiltrasi dengan menggunakan pinset panas. Jaringan disusun dalam histoplate kertas yang dibuat menyerupai cetakan es batu berbentuk kubus dan diisi sedikit parafin cair. Setelah jaringan selesai disusun, parafin cair segera dituangkan hingga menutupi histoplate dan biarkan mengeras.
6. Pengirisan jaringan
Pengirisan jaringan adalah proses pemotongan blok parafin dengan menggunakan alat mikrotom pada ketebalan tertentu (Zulham, 2009). Blok parafin dipotong berbentuk dadu dan dipasangi kayu atau holder untuk menahan organ yang telah diparafin pada proses pemotongan. Tahapan selanjutnya adalah penempatan blok pada mikrotom. Hal-hal yang perlu dipersiapkan sebelum proses pemotongan antara lain: memersiapkan pisau mikrotom yang tajam, memersiapkan kuas dan kaca preparat, mengatur ketebalan potongan mikrotom, memersiapkan waterbath/paraffin stretcher/hot plate dengan suhu 55°C, air dan zat perekat seperti albumin meyer (50% albumin dan 50% gliserin) (Hewitson, 2009; Jusuf 2009). Pemotongan dilakukan dengan memasang blok preparat di mikrotom dan menggerakkannya kearah pisau, pita paraffin yang mengandung jaringan lalu dipindahkan dengan kuas ke kaca preparat yang telah dilapisi albumin meyer lalu diletakkan pada hot plate hingga albumin meyer kering dan jaringan terkembang.
7. Pewarnaan
Pewarnaan merupakan proses pemberian warna pada pembuatan jaringan yang telah dipotong sehingga warna jaringan menjadi kontras dan mudah dilakukan pengamatan dengan mengguakan mikroskop (Jusuf, 2009). Pewarnaan yang sering digunakan yakni adalah pewarnaan inti dan sitoplasma sel dengan menggunakan Hematoksilin-eosin (HE). Pewarnaan HE menggunakan dua zat warna yaitu hematoksilin untuk mewarnai inti sel (biru/ basofilik) dan counterstain eosin untuk mewarnai sitoplasma sel (merah muda). Jenis hematoksilin yang sering dipakai adalah Mayer, delafied, Erlich, Harris, Bullard dan Bohmer, sedangkan counterstaining yang dipakai adalah eosin, safranin, dan phloxine.
Sumber https://www.generasibiologi.com/