Liburan lebaran kemarin seperti biasa kami sekeluarga mudik dengan motor dari Bekasi menuju Majalengka lalu Tasikmalaya. Liburan tidak bermakna jika tidak ada kegiatan yang berkesan, jadi kamu cari lokasi untuk tracking dan ketemulah Papandayan. Kami akan mencoba mendaki Papandaya menuju Hutan Mati alias Death Forest. Sebenarnya ingin juga ke Tegal Alun tapi karena bawa anak jadi sampai Hutan Mati saja dulu.
Perjalanan dimulai dari rumah di Leuwibudah menuju arah Mangunreja. Jalan dari Lewibudah menuju Mangunreja pada dasarnya sudah hotmik mulus namun ada sekitar 1 km rusak di sekitar Situ Sanghyang. Kami berangkat pukul 8 pagi dengan motor dan sampai jalan utama Tasik-Garut masih lancar jaya.
Di perjalanan banyak sekali masyarakat yang lalu lalang entah untuk mudik dan berwisata. Kami isi bensin di pom bensin Mangunreja supaya perjalanan enak. Selepas isi bensin perjalanan dilanjutkan menyusuri jalan provinsi dengna kontur naik turun karena Tasik-Garut adalah wilayah perbukitan.
Sekitar 1,5 jam perjalanan kami tiba di batas kota Garut dan mampir dulu ke minimarket untuk membeli camilan, air minum antisipasi di Papandayan nanti lapar dan haus saat mendaki. Dari arah kota Garut perjalanan dilanjutkan menuju Cikajang dan masuk jalan ini wow ternyata sudah padat oleh wisatawan.
Motor dipacu sedang dan setelah 45 menit dari pusat kota Garut kami masuk menuju kawasan Papandayan. Jalanan mulai menanjak dan hawa dingin mulai terasa hingga akhirnya tiba juga di gerbang masuk Papandayan. Tiket masuk saat liburan 30 ribu per orang dengan parkir 5.000. Dari gerbang masuk, sudah terlihat kaldera Papandayan dengan kepulan asap solfatar belerang yang menyengat.
Motor kami parkir di bawah dan perjalanan dilanjutkan jalan kaki dari bawah sampai ke kawah. Kalau kamu tidak kuat tracking ada juga ojek yang bisa disewa sampai kawah. Di titik awal pendakian terdapat papan arah menuju beberapa lokasi seperti di bawah ini.
|
Papan arah lokasi kawah Papandayan |
Dengan bermodal sendal kondangan kami berjalan menyusuri batuan dan jalan setapak melewati kawah Papandayan. Di musim liburan kali ini banyak juga para pendaki yang camping di Tegal Alun. Hamparan solfatar dan tebing bekas erupsi runtuhan terlihat di sepanjang perjalanan. Sesekali kami beristirahat untuk menghela napas karena jarak menuju Hutan Mati di atas kawah cukup jauh juga.
Di pertengahan jalan kami istirahat dulu di gazebo untuk menghilangkan haus dan makan cokelat untuk tambahan energi. Jadi bagi pendaki pemula, saat naik gunung bawa cokelat ya buat asupan energi. Oke setelah 5 menit, perjalanan dilanjutkan lagi menuju pos percabangan arah Tegal Alun dan Hutan Mati. Disini ada beberapa warung makan untuk istirahat, ada yang jualan cilok, gorengan, pop mie dan lainnya.
|
Solfatara Papandayan |
Di jalur percabangan ini ada petugas pengarah untuk menunjukkan jalan ke Padang Saladah dan Hutan Mati. Kami mengambil arah ke kiri menuju Hutan Mati dan wow,,,track makin menanjak, curam dan berbatu. Kami bertiga berjalan setapak-demi setapak untuk menghemat energi dan akhirnya setelah 30 menit mendaki tibalah di Hutan Mati.
Pemandangan hutan mati Papandayan disini luar biasa seperti di film-film bertema sihir. Ribuan pohon hanya tersisa batang saja karena mati terpapar oleh asap solfatara erupsi Papandayan. Suhu udara di hutan mati Papandayan cukup menusuk, jadi pastikan bawa jaket tebal. Alur-alur sisa erosi juga masih membekas di sekitar hutan.
|
Hutan mati kawah Papandayan |
|
Hutan mati yang eksotik |
Kami habisakan waktu 30 menitan untuk menyusuri dan menikmati eksotisme hutan mati Papandayan. Sekitar pukul 2 kami turun kembali ke bawah dengan menyusuri jalur yang sama sekitar 1 jam perjalanan. Meskipun belum sempat melihat padang edelweis di Tegal Alun, tapi menginjakan kaki di hutan mati sudah menjadi kebahagian. Gunung api adalah anugerah Tuhan bagi kehidupan terutama manusia yang wajib kita jaga dan tidak dikotori. Sumber https://geograph88.blogspot.com/