IndoINT.com_ Kali ini admin akan bagikan materi mengenai memusikaliasai puisi. Sebagaimana kita ketahui bahwa puisi itu memiliki nilai keindahan yang sangat besar. Dan apa bila puisi itu di masukkan ke dalam sebuah lagu maka bukan saja nilai keindahan yang akan kita lihat tetapi akan lebih dari itu. Apa yang dimaksud dengan memusikalisasi puisi?
A. Pengertian Memusikalisasi Puisi
Musikalisasi puisi juga merupakan karya seni. Penciptaan karya seni ini dimulai dari memahami isi puisi. Kemudian, ditampilkan dalam bentuk musikal. Pengertian musik adalah bunyi yang dihasilkan oleh instrumen tertentu atau suara yang disusun atau dimainkan untuk menciptakan efek yang menyenangkan atau mengugah perasaan.
Dalam musikalisasi puisi, musik digunakan untuk memperindah penampilan puisi dan memperkuat makna puisi. Inti utama musikalisasi puisi adalah menampilkan puisi. Ada yang berpendapat bahwa musikalisasi puisi itu lebih mendekati pementasan drama atau teater. www.IndoINT.com
Musikalisasi puisi bukanlah membaca puisi dengan iringan musik, melainkan melagukan sebuah puisi menjadi nyanyian. Sebagai contoh, seorang musisi memiliki puisi yang akan dijadikan musikalisasi puisi. Kemudian, ia menciptakan nada-nada. Setelah nada-nada tercipta, puisi tersebut disusun secara bersamaan. Dengan kata lain, sebenarnya, musikalisasi selalu diawali dengan penciptaan puisi. Namun, hasil karya musisi adalah lagu sehingga yang ditangkap dan diingat orang adalah dendang lagu.
Banyak puisi yang telah dinyanyikan oleh musisi dan lagu tersebut menjadi populer. Sebagai contoh, puisi Taufiq Ismail yang dinyanyikan kelompok Bimbo, puisi Ebiet G. Ade yang dinyanyikan sendiri, puisi Chairil Anwar dan Armijn Pane yang dijadikan lagu oleh Ismail Marzuki, karya-karya Leo Kristi yang dinyanyikan sendiri, puisi "Perahu Retak" yang dinyanyikan oleh Franky Sahilatua.
Selain itu, ada juga album khusus musikaslisasi puisi, seperti puisi Emha Ainun Najib yang dinyanyikan bersama dengan kelompok musisi Kiai Kanjeng, album musikalisasi puisi Kuda Putih karya Umbu Landu Paranggi yang diaransemen Tan Lioe Ie, puisi Sapardi Djoko Damano yang terdapat dalam album musikalisasi puisi Gadis kecil, serta musikalisasi puisi A Widodo dan Untung Basuki.
B. Menampilkan Musikalisasi Puisi
Konsep musikalisasi memang masih dalam perdebatan. Namun, secara umum langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk menampilkan musikalisasi puisi adalah sebagai berikut.
- Memilih puisi yang cocok untuk ditampilkan. Lalu, pertimbangkan tema atau bahasa puisi tersebut, apakah adapat ditambahkan unsur musik atau tidak.
- Memahami makna puisi agar kita dapat menampilkan puisi yang lebih berjiwa, enak didengar, dan enak untuk dicerna maknanya. Hal itu dapat dilakukan dengan berdiskusi dengan teman, bertanya kepada guru, atau bertanya kepada penyairnya secara langsung.
- Memilih musik yang sesuai dengan makna puisi dan kemampuan kelompok yang membawakan. Kalian dapat menggunakan instrumen musik tertentu (gitar, gendang, bambu, botol, gelas, atau alat musik tradisional). Selain itu, dapat juga menggunakan suara saja, misalnya variasi menyanyi solo dan paduan suara atau musik dari bunyi mulut (seperti akapela atau nasyid).
- Merancang penampilan gerak di panggung untuk mendapatkan efek tontonan yang memikat.
- Memperbanyak latihan dan terus menyempurnakan semua rancangan penampilan.
TUGAS 1
Gurumu akan memberikan tugas untuk menampilkan musikalisasi puisi dalam kelompok. Pililah satu puisi dari penyair yang kalian sukai atau puisi karya teman kalian. Selain itu, kalian juga dapat memilih dari beberapa puisi yang diberikan berikut. Diskusikanlah makna dari puisi yang kalian pilih. Rancanglah musik dan gerak untuk menampilkan musikalisasi puisi yang enak didengar dan enak ditonton. Saat teman kalian menampilkan musikalisasi, dengarkan dengan saksama. Pahamilah makna puisi yang mereka bawakan!
C. Memahami Syair
Selain puisi, kita juga mengenal syair. Kata syair berasal dari kata Arab syi'r yang berarti puisi. Istilah syair yang paling awal dikenal di Nusantara pada abad ke-16 terdapat dalam buku karya GWL Drewes yang merupakan terjemahan dari Kasidah Burda al Busiri.
Orang yang dianggap sebagai pelopor penciptaan syair Melayu adalah Hamzah Fansuri. Syair ciptaannya tidak hanya mendapat pengaruh dari Arab-Parsi, tetapi juga menunjukkan pengaruh puisi-puisi asli Nusantara. Hamzah Fansuri berhasil memadukan kedua pengaruh tersebut menjadi syair Melayu.
Seperti halnya pantun, syair juga memiliki ciri-ciri khas, antara lain sebagai berikut.
- Terdiri atas empat baris perbait.
- Struktur rima akhir: a-a-a-a.
- Setiap bait yang berisi empat baris memiliki kesatuan gagasan.
- Perhentian tiap baris dalam bait ditandai dengan koma.
- Setiap bait dapat dianggap sebagai satu paragraf yang terkait dengan bait-bait berikutnya yang membentuk satu kesatuan utuh sebagai satu karangan.
- Pada umumnya, isi syair adalah cerita yang panjang tentang agama, filsafat, pendidikan, kisah cinta, dan lain-lain.
Berdasarkan isinya, syair dapat dikelompokkan kedalam syair romantis, syair sejarah, syair simbolis (alegoris), syair pendidikan (agama, nasihat), dan syair teka-teki.
Syair romantis merupakan jenis syair yang paling banyak dikarang dan sangat bervariasi, termasuk hikayat dan cerita panji yang diubah kedalam bentuk syair, misalnya Syair Panji Semirang, Syair Mesa Gumitar, Syair Indraputera, Syair Si Miskin (Marakarma), Syair Syams al-Bahrain, Syair Indra Bangsawan, Syair Jauhar Manikam, Syair Wayang Kinudang, dan Syair Damar wulan. Syair romantis yang paling populer dan paling menarik adalah Syair Ken Tambuhan.
Perhatikan Kutipan Syair Ken Tambunan berikut!
"Jika tuan menjadi air,
Kakang menjadi ikan di pasir,
Kata nin tiada kakanda mungkir,
Kasih kakang batin dan zahir,
Jika tuan menjadi bulan,
Kakang menjadi punguk merawan,
Aria ningsun emas tempawan,
Janganlah bercerai apalah tuan,
Tuan laksana bulan kembang,
Kakanda menjadi seekor kumbang,
Tuanlah memberi kakanda bimbang,
Tiadalah kasihan tuan akan abang.
Jika tuan menjadi kayu yang rampak,
Kakanda menjadi seekor merak,
Tiadalah mau kakanda berjarak,
Seketika pun tiada dapat bergerak.
Syair romantis yang tidak terkait dengan bentuk prosa masa lalu (seperti hikayat dan cerita panji), misalnya Syair Bidasari. Panjang Syair Bidasari lebih dari 7.000 baris dan alur ceritanya mirip dengan dongeng The Sleeping Beauty. Syair romantis lainnya, misalnya Syair Selindung Delima (Syair Seri Benian, Syair Indra Laksana), Syair Yatim Nestapa, Syair Putri Akal, Syair Abdul Muluk, Syair Silambari (Syair Sinyor Kosta), dan Syair Mambang Jauhari.
Syair sejarah banyak bercerita tentang perang. Namun, ada juga yang bercerita mengenai raja dan kerajaannya atau bencana alam dahsyat. Syair tentang perang yang tertua dan naskahnya yang masih tersimpan sampai sekarang adalah Syair Perang Mengkasar (tentang perang Makassar, ditulis tahun 1670, oleh Amin). Syair Hemop (yang dimaksud adalah nama Gubernur Jenderal Belanda Van Imhoff) karya Addulrahman yang bercerita tentang pemberontakan orang Cina di Batavia tahun 1740 dan perang VOC melawan Cakraningrat, raja Madura.
Syair Tabal berisi tentang penobatan raja, Syair Sultan Mahmud di Lingga bercerita tentang tata cara dan kemewahan istana, Syair Muko-Muko berisi tentang silsilah raja-raja kesultanan Muko-Muko di Bengkulu. Syair Bima, selain bercerita tentang kerajaan Bima, juga berisi tentang meletusnya Gunung Tambora. Syair Singapura Dimakan Api bercerita tentang bencana kebakaran di Singapura.
Syair simbolis atau alegoris sebagian besar bertema percintaan, misalnya tentang burung lori yang jatuh cinta kepada bunga cempaka, seekor kumbang yang mabuk asmara terhadap bunga melati, ikan terubuk yang jatuh cinta kepada puyu-puyu, nyamuk yang jatuh cinta kepada lalat.
TUGAS 2
Bacakanlah Syair Bidasari berikut ini di depan kelas! Tentukan tema syair dan pesan yang ingin disampaikan . Jika ada kata-kata yang tidak kamu pahami, carilah maknanya dalam kamus dan diskusikan dengan temanmu.
Titah Baginda raja Sultani,
Kampung siapa gerangan ini,
Hendak masuk tiada berani,
Baiklah aku berhenti di sini.
Puteri menangis seraya berkata,
Kakanda, wai, apa bicara kita,
Sakit perut rasanya beta,
Berdebar lenyap di dalam cita,
Masygul baginda tiada terkira,
Hilanglah budi lenyap bicara,
Berkata dengan perlahan suara,
Kalau tuan hendak berputera,
Marilah tuan kita berjalan,
Gagahlah sedikit perlahan-lahan,
Mencahari sungai tempat perhentian,
Supaya kita jangan kesusahan.
Berjalanlah baginda laki-istri,
Sambil baginda mimpin puteri,
Tepi sungai juga hendak dicahari,
Dua tiga langkah singgah berdiri.
Setelah baginda sampai ke pantai,
Dilihatnya perahu di atas lantai,
Lengkaplah sekalian kajang dan lantai,
Baiklah puteri duduk berjuntai.
Bulan pun sedang purnama raya,
Terang cuaca sangat bercahaya,
Puteri nan sakit tiada berdaya,
Baginda pun belas memandang dia.
Paras bulan empat belas hari,
Pukulm tiga dini hari,
Jamjam durja berseri-seri,
Baginda pun sangat belaskan puteri,
Sepoi-sepoi angin selatan,
Berkokoklah ramai ayam hutan,
Dengan merak bersahut-sahutan,
Seperti mengalu-alukan anak Sultan.
Bulan pun sebelah disaput awan,
Seperti muka anak perawan,
Mingintai kekasihnya malu-maluan,
Bersalinlah puteri seorang perempuan.
Bersalinlah adinda seorang puteri,
Parasnya laksana mandudari,
Sakitnya tiada lagi terperi,
Diriba baginda kepala istri,
Anaknya puteri puspa warna,
Eloknya bagai anak-anakan kencana,
Laksana bunga cempaka warna,
Maka digubah seorang rana.
Sumber http://www.ilmubindo.com/